Komentar terbaru

Jomblo Akut #5 : Dilema dengan Adek Kelas


Jomblo akut ini adalah seri tulisan yang aku tulis tiga atau 4 tahun yang lalu. Sebenernya, awal mula aku nulis ini juga di dasarin oleh patah hati dan gagal move on dari do'i. Daripada curhat dan jadi bahan tertawaan di sosial media, maka kutuangkanlah semua kesusahan dan keresahan yang kurasa setelah tidak bersamanya.

Oke, ini seri ke-5, berarti bisa dibilang ini udah lama banget semenjak pertama kali aku nulis seri ini. Udah sah-lah jadi pakar jomblo dunia akhirat. Jadi, kalau masih ada motivator kayak Mario Tega yang suka ngasih motivasi soal cinta di TV, itu BULLSHIT!! Aku udah ngikutin motivasinya yang mulai dari dia gak punya rambut sampe ada rambut. Gak guna, aku masih tetap jomblo, masih tetap sembunyi dibalik gorden dan tiap malam minggu masih suka sholat berjamaah minta hujan.

Kembalinya aku nulis seri ini lagi juga sebagai pengingat, bahwa tahun ini masuk ajaran baru dan menjadi tahun ketiga buatku kuliah di Itera. 

Bertambahnya tahun, bertambahnya umur, dan bertambahnya adek kelas di kampusku, sama sekali gak membawa perubahan yang besar di hidupku. Keberadaanku gak lebih penting dari tukang gorengan yang selalu dikerubungin tiap habis jam kuliah. Yah, aku cuman jadi pelengkap. Kalau di indomie, aku cuman jadi micinnya. Penting nggak, tapi tetap, selalu mencoba memberi rasa dalam kehidupan.

Adek kelas membuatku dilema. Tahun depan menjadi tahun ketiga aku kuliah di ITERA, ntah kenapa aku merasa gak cocok jadi kakak kelas. Kulit hitam, kacamata hitam, dan rambut hitam, membuatku lebih mirip boneka santet berjalan ketimbang jadi kakak kelas. Aku emang tipe cowok yang susah menatap mata lawan bicara. Aku takut salah-salah ngomong, takut keliatan bodoh, dan takut manatau cewek yang aku deketin adalah anaknya Rektor, bisa di DO, nih.

Aku paham banget, salah satu penghambat aku susah punya temen khususnya adik kelas yang perempuan itu karena aku susah berkomunikasi. Beberapa tahun ini aku betah sendiri, sekalinya ketemu lawan jenis, udah macem ketemu malaikat pencabut nyawa. Gregetan, gemeteran, takut salah ngomong, salah-salah nyawa melayang.

Susah memulai pembicaraan.

Orang, kalau ngomong pasti karena ada kepentingan, atau emang udah temenan lama makanya bebas mau ngomong apa. Nah, aku juga tipe orang yang kalau ngomong itu kalau ada pentingnya doang, ntah itu mau melucu, atau mau minta indomie.

Ngomong berdua sama perempuan itu, udah macem ngoding di komputer tapi disuruh buat aplikasi facebook sedangkan lu baru belajar bahasa pemrograman Java, C, dan C++ doang. Susah, sakit, dan perlu persiapan. Bukan berarti gak percaya diri, akward dan ngeri aja gitu. Sebenernya aku bisa ngomong sama perempuan sambil menatap matanya lama-lama, tapi, perasaanku gak bisa dibohongin, selalu ada perasaan jijik, mau muntah, dan obrolan-obrolan gak jelas dari dalam lubuk hati mulai jelas terngiang di kepalaku. 

"Eh, gimana nih, mukaku jelek gak ya pas ngomong sama dia?" 

"Resletting celana.. resletting celana, tadi udah dikancing belum?"

Maka dari itu aku gak betah ngomong panjang lebar sama perempuan.

Lagipula, kalau punya gebetan atau adek kelas yang deket sama kita, aku pasti bakalan susah untuk memulai pembicaraan. Gak mungkin kan, di awal obrolan kita nyamperin dia cuman buat nanya, "Tadi malam Liverpool menang berapa kosong ya?" atau biar makin mantap kita tambah-tambahin ceritanya biar makin banyak yang bisa dijadiin bahan obrolan. "Tadi malam Kobe Bryant sama Lebron James nyetak loh, gila keren banget golnya ke gawang Manchester, malah goalnya salto lagi.."

"Oh iya kak, by the way, Kobe Bryant sama Lebron James itu pemain Basket loh, gini-gini aku juga fans Basket. Fansnya Golden State Warriors."

Mampus, sekarang keliatan siapa yang bodoh.

Grogi

Dibalik semua kebodohan yang pernah kita lakukan pasti grogilah penyebab utamanya. Aku berkali-kali bilang, kalau aku orangnya itu panikan, meskipun gak heboh dan cenderung diam, tetap aja kalau gak pikiranku yang panik, hatikulah yang ikutan panik dan gak itu kalah hebohnya.

Orang kalau udah panik, pasti keliatan bodohnya dan mendadak jadi bodoh. Mau siapapun orangnya, sebanyak apapun pengetahuanmu, panik ya panik, rumus gravitasi, relativitas einstein sekalipun, gak ada yang bisa membendungnya. Maka dari itu manusia dituntut untuk tetap tenang disegala kondisi, jangan mudah ke pancing, karena panik sebelas-duabelas sama emosi yang meluap-meluap, bisa memakan korban. 

Perasaan grogi ini selalu datang dikala kita sedang berdua dengan gebetan. Biasanya diawali dengan rasa panik, pikiran aneh yang berkecamuk di kepala dan dilanjut dengan tingkah bodoh gak jelas yang mengundang rasa malu. 

Maka dari itu, kalau lagi deket ngobrol sama cewek, sebelum bicara, aku selalu mengoreksi kalimat maupun kata-kata yang mau diucapkan, jangan sampe ada yang salah, karena gawat, bisa keliatan tolol nantinya. Kalau udah grogi, hal gak penting pun harus dikoreksi.
  
Aku punya temen, namanya Sabun. Sabun belakangan ini lagi deket sama seorang cewek. Ntah cewek, macem apa yang mau di deketin oleh lelaki sejenis Sabun yang notabene kalau berak jarang cebok. Nah, sebelum pergi jalan sama gebetannya, berhubung ini kencan pertama dan mungkin yang terakhir kalinya, aku ngingetin ke Sabun kalau ntar pas lagi jalan dan mau ngegombal, jangan sampe grogi jangan sampe kek gini.

Pas lagi gandengan tangan, di tengah-tengah film bioskop yang sedang diputar, ditengah-tengah adegan romantisnya, Sabun mulai menjalankan askinya untuk menggombal gebetannya.

"Tangan kamu halus banget, ya? Aku jadi semakin yakin, inilah tangan yang bisa buat aku bahagia sampe hari tua."

"hehe.. iya, bisa aja kamu," disusul senyuman malu-malu dari gebetannya Sabun.

"hehe, iya, soalnya tangan mama kamu juga halus."

hening.

"huh! Kok kamu tau tangan mama aku halus!? Jangan-jangan kamu Papa aku?!"

"Bukan, bukan," Tejo mulai gelagapan, dan mulai gak jelas. "Aku cuman Boy anak jalanan yang juga putera ibumu yang tertukar. Kita ini saudara Cinta. Berarti hubungan kita selama ini?!"

Mendadak drama, sinetron, mungkin beginilah ide awal sinetron di Indonesia tercipta.

Dari dalam hati, lo pasti pengen ngeluarin kata-kata yang romantis dan bisa memabukkan gebetan yang ada di sebelah lo. Mungkin hati kecil lo pengen bilang ke dia, "Kamu gimana kabarnya? Keliatan makin cantik aja..,"

Yang keluar dari bibir malah,"kamu cebok pakai tangan kiri ya? hehe.. sama aku juga."

"hehe", balas ceweknya.

"hehe", balasku.

akward.

Gitu aja terus, haha-hehe gak terasa udah malem. Suara udah habis, pita suara rusak kebanyakan haha-hehe, pas aku liat ke arah gebetan, dianya udah gak ada, udah pulang, operasi pita suara duluan.

Begitulah jika sudah grogi, akal sehat dapat dikalahkan oleh kebodohan. Dan ini semua didasarin oleh satu hal, yaitu: Cinta.

Kejebak dengan rutinitas, hobi, atau biasa kita sebut dengan istilah "Me-time" 

Kejebak dirutinitas sehari-hari kadang buat kita jadi lupa diri. 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu, lo bisa gak sadar kalau sebenarnya lu udah laluin hari yang panjang itu. Ini jugalah yang terjadi denganku, ntah karena terlalu asyik sama rutinitas sendiri, atau emang tugas kuliah yang tidak menuntut kita untuk memikirkan cinta, gebetan, adek kelas, karena harus fokus.

Pergi kuliah, pulang, sampe kosan buka laptop lanjut nge-dota, dan malamnya belajar. Hari minggu cuci baju, santai-santai nonton anime, nge-blog, lanjut dota. Kurang lebih begitulah kegiatan yang biasa aku lakuin.

Di titik itu, ntah kenapa aku gak sekalipun kepikiran buat deketin adek kelas. Serius. Kegiatan yang biasa aku lakuin tersebut sudah tertanam, seperti chip yang ada di komputer, dan itu terus kulakukan berulang-ulang. Jika sudah menjadi orang dewasa, atau ketika kelak sudah bekerja, semua orang pasti bakal ngerasakan hal ini.

Sibuk bekerja, membuat kita lupa untuk mengejar cinta, ataupun sekedar liburan. Apalagi jika lo seorang laki-laki, yang sedang sibuk membangun kekuatan dari segi financial ataupun lagi sibuk dengan hobi yang lo tekuni sewaktu bekerja, seriusan, lo susah untuk berpikir masalah cinta.

Ini semua terjadi di keluarga besarku, khususnya sepupu-sepupuku yang baru melaksanakan pernikahan ketika umurnya rata-rata sekitar 30 an atau menjelang 30. Pas aku tanya kenapa dari dulu nggak nikah aja, jawabannya simple, "Mas masih sibuk nyari uang Zal, jadi gak kepikiran. Ini aja kalau gak diingatin bukdemu mas lupa haha..".

Ditambah, di kosan aku punya temen-temen yang tingkahnya gak kalah gila. Mereka semakin membuatku lupa dengan masalah-masalah perasaan. Tingkahnya menghibur, kesalahannya juga bisa dijadikan bahan candaan. Ada temen yang tipenya  suka berak secara brutal, ada juga yang suka ngilang tiba-tiba.

Teman-teman seperti merekalah yang nantinya membuat aku ingat ketika tua, ketika ingatan tak lagi kuat, kenangan gila tinggal sama anak kos mungkin bisa jadi salah satu momen yang bisa buat aku ngakak mengingatnya di hari tua. Maka dari itu, sangking lamanya udah gak pacaran, aku lebih sakit ditinggal temen yang DO ketimbang di putusin pacar, sangking lamanya gak pacaran.

BTW, yang mau baca dari seri pertama ini aku kasih linknya.

Jomblo akut 1: DISINI
Jomblo akut 2: DISINI
Jomblo akut 3: DISINI
Jomblo akut 4: DISINI

Jomblo Akut #5 : Dilema dengan Adek Kelas Jomblo Akut #5 : Dilema dengan Adek Kelas Reviewed by Rizali Rusydan on June 20, 2017 Rating: 5

2 comments:

  1. mending ya kalau situ masih jomblo akut. Saya lebih parah. Ada yang bilang kalau saya itu jomblo kronis.Salam kenal mblo,,saya orang Kendal. Btw,kayaknya kita seumuran deh. hahaha.

    ReplyDelete

Powered by Blogger.